Antara Generik dan Paten

Kapsul lucuAntara Generik dan Paten

Pernah mendengar anjuran “pilih obat generik saja” atau malah pernah meminta dokter meresepkan obat generik? Sebenarnya apa sih obat generik itu? Apa bedanya dengan obat paten? Untuk dapat mengerti perbedaan antara obat generik dan obat paten, maka kita harus mengerti sejarah perjalanan obat dari sejak ditemyukan hingga ke tangan pasien.

Sebuah obat tentu tidak bisa muncul begitu saja di tangan pasien. Ada banyak tangan yang terlibat dalam serangkaian panjang proses penemuan obat, sejak penemuan zatnya, uji aktivias, uji toksisitas, formulasi dan seterusnya hingga sampai ke tangan pasien. Untuk “sekadar” menemukan suatu zat yang berkhasiat sebagai obat (selanjutnya kita sebut sebagai zat aktif) saja dibutuhkan serangkaian penelitian yang memakan waktu lama dan dana yang tidak sedikit. Di era Kapitalisme seperti sekarang ini, saat negara melepaskan tanggung jawab mengurusi rakyatnya, siapa yang mendanai penelitian tersebut? Apakah dana pribadi peneliti? Tidak mungkin! Perusahaan farmasilah yang akhirnya mendanai penelitian obat ini dan yang namanya perusahaan tugasnya memang mencari keuntungan sebesar–besarny. Salah satu prinsip yang jamak dipegang oleh perusahaan adalah “No Free Lunch!” alias apa pun yang dilakuakan perusahaan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan, termasuk dalam mendanai penelitian ini. Dan ini adalah hal yang wajar.

Ketika serangkaian penelitian tersebut membuahkan hasil berupa ditemukannya senyawa obat baru, sistem Kapitalisme pun memberikan kesempatan pada perusahaan untuk balik modal plus meraup keuntungan besar dengan memberikan hak paten. Perusahaan dan penelitinya pun mendaftarkan senyawa obat tersebut ke suatu organisasi internasional yang mengurusi masalah hak paten. Selanjutnya, perusahaan mendapatkan hak paten atas senyawa yang mereka temukan selama 15 tahun. Artinya, selama 15 tahun sejak didaftarkan ke organisasi paten internasional hanya perusahaan pemegang hak patenlah yang boleh membuat dan memasarkan obat tersebut. Contohnya adalah obat antihipertensi yang bernama amlodipine yang ditemukan oleh perusahaan farmasi raksasa Pfizer. Pada awalnya hanya Pfizer sajalah yang boleh memproduksi dan mendistribusikan amlodipine dengan merek dangan norvasc. Nah, amlodipine dengan merek novarsk inilah yang disebut sebagai obat paten yang sebenarnya. Hak paten Pt. Pfizer atas amlodipine berakhir tahun 2007. Jika sebelum tahun 2007 kita mendapatkan resep amlodipine, ya mau / tidak mau kita hanya bisa membeli amlodipine milik Pt. Pfizer dengan merek Norvasc. Kita tidak bisa meminta generiknya karena memang tidak ada generiknya.

Setelah tahun 2007 hak paten Pfizer berakhir, bermunculanlah amlodipne yang diproduksi oleh perusahaan selain Pfizer dengan merek / nama dagang yang berbeda–beda, misalnya Actapin, Calsivas, AB–Vask,Cardicap dll. Harganya pun bermacam–macam. Sama–sama berisi Amlodipine besylate 5 mg, 1 tablet AB–Varsk berharga Rp. 3.500,00, Actapin juga Rp 3.500,00, Calsivas Rp. 4.000,00, sedangkan Cardicap Rp. 4.510,00. Obat – obat ini relatif lebih murah dibandingkan obat originatornya, yaitu Norvasc (di Indonesia dipasarkan dengan nama Norvask) yang berharga sekitar Rp. 8.100,00 per tablet. Dilihat dari sisi zat aktifnya, obat–obat ini sejatinya juga merupakan obat generik. Akan tetapi obat–obat tersebut dikemas dan dipasarkan dengan menggunakan nama dagang. Nama dagang inilah yang sebenarnya memiliki hak paten. Artinya merek / nama dangan AB–Vask hanya boleh digunakan oleh Perusahaan Lapi. Tidak boleh perusahaan lain seperti SOHO, Sido Muncul, atau yang lainnya menggunakan nama dagang AB–Vask untuk produk obat mereka. Obat–obat seperti ini disebut sebagai obat generik bermerek (branded). Tetapi, masyarakat umum mengenalnya sebagi obat paten. Jika misalnya kita mendapatkan resep Norvask dan kita merasa itu terlalu mahal, kita bisa meminta diganti dengan AB–Vask atau Actapin.

Ada juga obat generik yang dikemas dan dipasarkan tanpa merek / nama dagang, obat tersebut hanya dikemas dan diberi nama sesuai nama kimianya, yaitu Amlodipine (saja). Obat – obat seperti ini dikenal sebagai obat generik (saja). Misalnya Amlodipine 5 mg produksi PT. Kalbe Farma harganya sekitar Rp. 24.500,00 untuk 1 box berisi 30 tablet (harga tiap tabletnya kurang dari Rp. 1.000,00). Ada pula amlodipine generik yang diproduksi oleh PT. SOHO, harganya Rp. 28.000,00 untuk 1 box berisi 30 tablet .

Terlihat jelas harga antara obat generik, obat generik bermerek (branded drug), dan obat paten (originator / innovator) sangat jauh berbeda. Kenapa bisa demikian? Sangat bisa dimaklumi, perusahaan pemilik obat originator / innovator mengeluarkan dana yang sangat besar untuk penelitian hingga berhasil menemukan obat baru yang kemudian dipatenkan. Menurut seorang yang pernah menjabat sebagai manajer di sebuah perusahaan farmasi yang memposisikan dirinya sebagai “perusahaan originator” (hanya memproduksi obat paten hasil temuan perusahaannya sendiri), perusahaan tersebut mengalokasikan dana Rp. 50.000.000.000.000,00 (Rp. 50 T) per tahun hanya untuk Departement Research and Development. Angka ini lebih besar dari angka konsumsi obat nasional tahun 2011 yang hanya sekitar Rp. 4,4 M per tahun . Perusahaan mana pun yang telah mengeluarkan dana sebesar itu, pastilah menginginkan modalnya kembali dan memberikan untung yang juga besar. Ingat, perusahaan memang profit oriented, bukan lembaga sosial. Meski memang perusahaan farmasi memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan perusahaan lain, yaitu memiliki fungsi profit dan fungsi sosial.

Sedangkan perusahaan yang memproduksi obat generik bermerek (branded drug) tidak perlu lagi mengeluarkan dana sebesar itu untuk penelitian. Mereka tinggal meng–copy hasil penelitian “perushaan originator” setelah habis masa patennya. Kalau pun perusahaan tersebut melakukan penelitian, paling hanya sebatas pengembangan bentuk sediaan obat dan kemasannya. Biaya besar yang ditanggung perusahaan tersebut adalah biaya promosi. Ada pun obat generik (saja, tanpa merek / nama dagang) tidak perlu melakukan penelitian, juga tidak perlu melakukan promosi karena promosinya telah ditanggung oleh negara. Masih ingat iklan televisi yang menganjurkan pasien meminta diresepkan obat generik? Maka sangat wajar jika harga obat generik jauh lebih murah dibanding harga obat generik bermerek, apalagi obat paten (originator).

Bagaimana dengan kualitasnya? Kualitasnya insya ALLAH sama. Kan memang tinggal copy paste dengan modifikasi sedikit di beberapa bagian. Kalau tidak copy paste, maka perusahaan tersebut harus melakukan penelitian ulang, malah jadi mahal.

Kalau membeli barang seperti tas atau sepatu, mungkin kita bisa mengatakan “Ono rego, ono rupo!” (Ada harga, ada kualitas!) tetapi pepatah tersebut tidak berlaku untuk obat. Negara melalui instrumennya telah menjamin bahwa setiap obat yang diberi izin edar telah memilki kualitas yang sama dengan obat originatornya. So, jangan ragu untuk memilih obat generik (jika tersedia). Ada pun jika Anda adalah tipe orang yang sangat menghargai hasil karya orang lain dan ingin membeli obat originator, maka itu adalah pilihan yang baik asalkan Anda tidak merasa terbebani. Tapi semoga kita tidak perlu membeli obat alias kita selalu sehat…. Aaaamiiin…. 

Yogyakarta, 12 Jumadil Awwal 1434 H
Thursday, January 24, 2013
12.04 p.m.

Haafizhah Kurniasih

8 thoughts on “Antara Generik dan Paten

  1. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud, dan perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa. Setelah berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik. Obat generik ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk (branded generic). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya menyantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya.

  2. Pingback: Antara Generik dan Paten - Syariah Publications

Bagaimana Pendapat Anda?